Pertama di Asia, Taiwan Legalkan Pernikahan Sesama Jenis

Oleh: Jonathan Tcheng
24 Mei 2017
Sumber: Human Rights Watch

Putusan pengadilan membuka jalan untuk kesetaraan pernikahan.

Para pendukung saling berpelukan di sebuah unjuk rasa setelah mahkamah konstitusi Taiwan memutus pasangan sesama jenis berhak menikah secara legal, putusan pertama di Asia, Taipei, Taiwan, 24 Mei 2017.
(© 2017 Reuters)

Mahkamah konstitusi Taiwan pekan ini melapangkan jalan untuk kesetaraan pernikahan di negara itu dengan menghapus definisi legal pernikahan sebagai “antara seorang pria dan seorang wanita”.

Keputusan bersejarah tersebut menyatakan definisi pernikahan terbatas ini tidak konstitusional dan memberi waktu dua tahun kepada parlemen untuk memperbaiki undang-undang yang ada, atau mengesahkan legislasi baru agar mencakup pernikahan sesama jenis. Jika parlemen tidak bertindak, pasangan sesama jenis akan otomasi dapat menikah. Sebelumnya parlemen sudah mengajukan draf legislasi untuk mengadopsi pernikahan sesama jenis tapi hingga sekarang inisiatif ini belum berhasil.

Putusan Taiwan, yang menetapkan batas waktu tegas, bukan saja kemenangan bagi para pendukung kesetaraan pernikahan di Taiwan, tapi juga perkembangan signifikan di Asia, di mana belum ada satupun negara yang membolehkan pernikahan sesama jenis.

Kasus ini dibawa melalui dua petisi—satu oleh Kota Taipei, setelah digugat lantaran tidak menerbitkan izin menikah untuk pasangan sesama jenis. Satu lagi dari Chi Chia-wei, aktivis yang menantang definisi pernikahan dalam kitab undang-undang hukum perdata.

Kesetaraan pernikahan di Kolombia (2016) dan Afrika Selatan (2006) mengikuti jalur yang sama, di mana mahkamah konstitusi memberi batas waktu tertentu kepada parlemen untuk memperundangkan legislasi pembolehan. Pada 2007, Mahkamah Agung Nepal memerintahkan pemerintah agar menunjuk komite untuk mempelajari pernikahan sesama jenis. Namun, tak kunjung ada RUU yang diajukan. Nepal adalah negara ke-10 di dunia yang memasukkan perlindungan tegas bagi kaum lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) dalam konstitusi 2015-nya.

Putusan ini merupakan tonggak bersejarah di jalan menuju kesetaraan bagi kaum LGBT di Taiwan, yang menghadapi stigma sosial-budaya dan diskriminasi. Sementara Taiwan sudah mengambil langkah maju yang signifikan, terdapat rintangan hukum dan sosial yang kuat untuk kesetaraan kaum LGBT di kawasan. Sebagai contoh, Mahkamah Agung Singapura menolak keberatan terhadap undang-undang sodomi era kolonial pada 2014, sementara komunitas LGBT di Indonesia menghadapi rentetan retorika homofobis, gelombang penangkapan, dan baru-baru ini pencambukan dua pria gay di depan umum di Aceh. Negara-negara lain di kawasan tersebut semestinya mengambil isyarat dari Taiwan dan bergabung dengan gerakan global untuk non-diskriminasi dan kesetaraan hak bagi semua.

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.