Tunisia Halalkan Wanita Muslim Menikah Dengan Pria Kafir

14 September 2017
Sumber: Al Jazeera

Tunisia menghapus larangan berumur puluhan tahun atas wanita Muslim untuk menikah dengan non-Muslim seiring presidennya berupaya menjamin kesetaraan hak bagi populasi perempuan negeri itu.

Tunisia dipandang lebih maju dibanding kebanyakan negara Arab dalam urusan hak kaum wanita.
(Fethi Belaid/AFP)

“Selamat kepada wanita Tunisia atas perlindungan hak untuk bebas memilih suami,” tulis juru bicara kepresidenan Saida Garrach di Facebook pada hari Kamis.

Pengumuman ini keluar satu bulan setelah Presiden Beiji Caid Essebsi menyerukan pemerintah untuk mencabut larangan yang berlaku sejak 1973, berargumen bahwa praktek ini melanggar konstitusi [baru] Tunisia, yang diadopsi pada 2014 menyusul revolusi Musim Semi Arab.

Dia membentuk sebuah komisi, dipimpin oleh seorang pengacara perempuan dan para aktivis HAM, yang bertujuan membuat draf revisi peraturan.

Sampai sekarang, pria non-Muslim yang ingin menikahi wanita Muslim Tunisia harus masuk agama Islam dan menyerahkan sertifikat perpindahan agamanya sebagai bukti, sementara pria Muslim Tunisia dibolehkan menikahi wanita non-Muslim.
Kelompok-kelompok HAM di negara Afrika Utara itu telah berkampanye untuk penghapusan larangan, menyebutnya merusak hak azasi manusia untuk memilih pasangan.

Ketidaksetaraan warisan

Tunisia dipandang lebih maju dibanding kebanyakan negara Arab dalam urusan hak kaum wanita, tapi masih ada diskriminasi, khususnya soal warisan.

Anak perempuan berhak atas separuh saja dari warisan yang diberikan kepada anak lelaki.

Ulama arus utama hampir secara umum memandang aturan warisan telah diabadikan dalam al-Qur’an, kitab suci Islam, dan menganggap aturan nikah sama-sama tak perlu diperdebatkan lagi dalam hukum Islam.

Para imam dan agamawan terkemuka negara itu menerbitkan pernyataan yang mencela proposal presiden sebagai “pelanggaran dahsyat terhadap aturan” Islam.

Sebagian khawatir perubahan semacam itu dapat menghasut kemarahan di negara yang sudah menderita serangan-serangan mematikan.

Presiden pertama Tunisia merdeka, Habib Bourguiba, memperjuangkan kitab undang-undang sosial bersejarah pada 1956 yang menjadi standar untuk kawasan dengan melarang poligami dan memberikan hak-hak baru kepada wanita yang belum dikenal di dunia Arab pada waktu itu. Tapi dia sekalipun tidak berani mendorong kesetaraan warisan.

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.